Berita Nasional,OLNewaindonesia,Rabu(07/05)
Saksi korban wartawan media online yang menjabat Ketua Umum DPP Asosiasi Pengusaha Komputer Indonesia (APKOMINDO) Ir Soegiharto Santoso alias Hoky menanggapi serius atas putusan sela yang ditetapkan majelis hakim Pengadilan Negeri Yogyakarta terkait perkara penghinaan dan pencemaran nama baik dengan terdakwa Ir. Michael Santosa Sunggiardi.
Sebelumnya, Ketua Majelis Hakim Lilik Nurani SH bersama hakim anggota Asep Permana SH. MH dan Nasrulloh SH menyatakan Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta tidak berwenang mengadili terdakwa Michael, warga Jalan Pajajaran Bogor Jawa Barat, atas kasus turut serta menghina dan melakukan pencemaran nama baik terhadap Ir Soegiharto Santoso alias Hoky melalui akun media sosial Facebook.
Hoky yang juga menjabat Wakil Pemimpjn Redaksi Media Info Breaking News, menilai putusan tersebut adalah keliru dan tidak berlandaskan hukum. “Bahkan dapat dikatakan putusan tersebut aneh tapi nyata,†tandas Hoky kepada wartawan melalui siaran pers yang diterima redaksi, Rabu (06/05/20) di Jakarta.
Sebab, menurut Hoky, perkara yang sama dengan terdakwa Ir. Faaz Ismail telah diputus bersalah oleh Pengadilan Negeri Yogyakarta dengan hukuman pidana penjara selama 3 bulan, dan putusan itu telah dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Yogyakarta dengan perkara nomor: 7/PID.SUS/2020/PT YYK, dan kasus tersebut masuk dalam satu berkas laporan polisi nomor: LP/362/VII/2017/DIY/SPKT tertanggal 20 Juli 2017 di Polda DIY bersama terdakwa Ir. Michael Santosa Sunggiardi.
Lebih lanjut Hoky menambahkan, berdasarkan yurisprudensi kasus serupa, Pengadilan Negeri Yogyakarta pernah menyidangkan dan memutus kasus penyebar berita hoax yang mencatut nama Gubernur DIY Sri Sultan HB X, yaitu terdakwa Rosyid Nur Rohum SIP warga Oku Timur Sumatera Selatan yang divonis 2,5 tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider 1 bulan kurungan. “Faktanya kan sudah ada dua kasus serupa yang telah divonis bersalah PN Yogyakarta, jadi putusan sela atas laporan saya oleh majelis hakim adalah aneh tapi nyata,â€ungkap Hoky.
Menanggapi putusan sela tersebut, Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Tinggi Daerah Istimewa Yogyakarta P.F.N.A. Noenoehitoe SH mengatakan, pada prinsipnya pihaknya tidak sependapat dengan pertimbangan hukum yang diambil majelis hakim sehingga mengambil upaya hukum perlawanan ke Pengadilan Tinggi Yogyakarta pada hari Senin, 04 Mei 2020. “Semoga upaya hukum kami tersebut dikabulkan (majelis hakim),†ujar JPU.
Disebutkan juga, locus delicti atau tempat kejadian perkara ITE mengacu pada teori akibat (de leer van het gevolg) yang menjelaskan mengenai kapan akibat mulai timbul ketika terjadi suatu delik. Dalam perkara penghinaan terhadap Hoky, para terdakwa telah melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan atau mentransmisikan dan membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan maupun pencemaran nama baik sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (3) UU ITE. Perbuatan terdakwa tersebut diketahui oleh saksi korban pada Jumat tanggal 24 Maret 2017 di Hotel Gallery Prawirotaman di Jalan Prawirotaman 2 Nomor 839B Yogyakarta.
Sementara itu, Ketua Bidang Hukum DPP APKOMINDO Vincent Suriadinata SH MH mengatakan, mengacu dari 2 perkara yang sudah diputus oleh PN Yogykarta baik terdakwa Ir Faaz Ismail maupun Rosyid Nur Rohum SIP, menunjukkan bahwa dalam perkara ITE diterapkan teori akibat perbuatannya adalah dilihat di mana perbuatan itu dilakukan, bukan saat melakukannya di mana. Sehingga putusan sela atas nama terdakwa Ir. Michael Santosa Sunggiardi adalah keliru dan tidak berlandaskan hukum,†urai Vincent.
Melalui press releasenya, Hoky mengaku melakukan perlawanan terhadap para terdakwa karena merasa dikriminalisasi selama berkali-kali. Fakta hukumnya Hoky sempat dikriminalisasi melalui laporan polisi sebanyak 5 kali, antara lain di Polres Jakarta Pusat, Bareskrim Polri, serta di Polres Bantul. Selain itu, menurut Hoky, hingga saat ini sudah ada 18 perkara di pengadilan, baik perkara perdata maupun perkara pidana yang berkaitan dengan organisasi APKOMINDO dan sudah berposes selama 7 tahun lamanya.
Puncaknya, Hoky menuturkan, dirinya pernah ditahan secara sewenang-wenang selama 43 hari di Rutan Bantul atas rekayasa hukum pihak kelompok para terdakwa, namun telah divonis tidak bersalah oleh PN Bantul dan kasasi JPU telah ditolak oleh MA dengan Perkara No: 144 K/PID.SUS/2018.
Hoky juga merasa tidak diperlakukan secara adil oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang menyidangkan perkara No: 633/Pdt.G/2018/PN JKT.SEL, sehingga pihaknya terpaksa melayangkan pengaduan ke Badan Pengawas Mahkamah Agung RI, dan ke Komisi Yudisial RI serta ke Ketua Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
Hoky menambahkan, dirinya melayangkan laporan dan aduan tersebut agar dugaan ketidakadilan, keberpihakan dan ketidakpedulian serta ketidakdisiplinan para Terlapor yakni Majelis Hakim di PN Jaksel dapat diusut. “Saya pribadi tetap percaya dan menjunjung tinggi institusi Pengadilan akan bekerja secara profesional, berintegritas tinggi, transparan dan tidak memihak untuk mewujudkan keadilan, kebenaran, dan kemanfaatan dalam proses penegakan hukum di Republik Indonesia,†imbuhnya.
Hoky juga memberi apresiasi terhadap pihak Pengadilan Tinggi DKI Jakarta yang telah mengundangnya untuk mendengarkan keterangan secara langsung terkait aduannya pada hari Kamis, tanggal 30 April 2020. ****