Berita Samosir.Olnewsindonesia,Sabtu(11/08)
Menjelang HUT RI ke-73, warga Samosir masih belum semua menikmati kemerdekaan. Seperti di Dusun III Desa Huta Namora, Kabupaten Samosir Sumatera Utara Kamis (9/8/2018) malam ketika ditemui OLNewsindonesia.com, mereka belum merasakan nikmatnya penerangan cahaya listrik.
Pantauan OLNewsindonesia.com, warga kesulitan melakukan aktivitas pada malam hari. Terlebih anak-anak sekolah yang tengah belajar, mau tak mau hanya bisa di bawah penerangan lampu teplok dengan cahaya yang minim.
Kesejahteraan sejumlah warga di Samosir dan kemapanan infrastruktur justru tak semanis Keindahan Pulau Samosir yang dikelilingi Danau Toba yang diagung-agungkan banyak orang.
Pada malam harinya, anak-anak warga di sana terpaksa belajar menggunakan lampu minyak (teplok) yang minim cahaya. Selain tidak memancarkan cahaya, lampu tersebut juga bahkan mengganggu kenyamanan Efariani.
Polusi asap lampu teplok yang pedih harus mereka hirup tiap malam. Kesehariannya pada malam hari terpaksa belajar dalam gelap-gelapan.
Warga, Jaihud Simbolon bahkan merasa belum merdeka meski HUT RI ke-73 tinggal 6 hari. Warga telah lama berharap agar kampung mereka tidak lagi gelap gulita.
“Perasaan kami belum merdeka, soalnya lampu belum ada di sini. Jadi, permintaan kami kepada pemerintah, khususnya kepala desa supaya diperhatikanlah kampung kami ini,”harap Jaihud.
Disebutnya, masih ada lima kampung yang belum dialiri listrik di daerahnya. Akibat penerangan yang minim, anak-anak sekolah tidak bisa belajar lebih lama. Padahal, dari desa itu jumlah anak sekolah lumayan banyak.
Menurutnya, jarak gardu listrik dari desanya ke sambungan listrik tidak terlalu jauh. Bahkan, jarak desa ke Kantor Bupati Samosir hanya sekitar 2-3 Km. Namun, puluhan tahun mereka harus mengisap jempol melihat desa tetangga sebelah yang terang benderang.
Warga telah berulang mengajukan persoalan itu ke Pemkab melalui rapat-rapat desa. Menurut mereka, yang terjadi selama ini adalah kepala desa kurang peduli.
Persoalan yang dihadapi warga sudah berlangsung lama. Pemimpin berganti, rezim berubah namun desa mereka tetap terkesan ditinggalkan.
“Kurang masuk akal, dari periode-periode sebelumnya hingga saat ini kami selalu ditinggalkan. Padahal, jarak ke Kantor bupati dari perkampungan kami tidak jauh,” tambahnya.
Warga lainnya, Br Sembiring menyampaikan hal serupa. Minimnya penerangan merupakan kendala utama bagi mereka. Termasuk jalan desa yang dianggap mempersulit akses untuk dilalui dalam hal mengangkut hasil bumi ke pasar maupun jalur anak sekolah.
Aktifitas mereka pada malam hari lainnya yang terkendala “mangaletek” (memisahkan kemiri dari cangkangnya) dan juga mengayam tikar. Sehari-hari mereka hanya melewati gelapnya malam dengan penerangan lampu minyak.
Biaya untuk bahan bakar lampu minyak juga sulit didapat dari pasar. Karenanya, mereka terpaksa membeli minyak solar untuk kebutuhan penerangan.
Sementara itu, Bupati Samosir ditemui, Jumat (10/8/2018) tidak menepis. Diakuinya, 816 rumah tangga belum mendapatkan listrik di Samosir.
Disinggung soal alasan dan kendala desa yang hanya berjarak 2 Km tidak teraliri listrik itu, Rapidin mengatakan akan mengecek ke PLN. 816 desa katanya sudah sedang disulkan ke PLN Pusat maupun tingkat wilayah maupun ke Kementerian, ESDM.
Bupati berjanji, akhir tahun 2018 desa-desa yang belum teraliri listrik itu sudah akan terang oleh PLN. Katanya, Pemkab akan melakukan pengawasan agar PLN bekerja.
“Kita tunggu saja ya, akhir tahun ini desa-desa itu sudah harus teraliri listrik. Nanti kita juga akan cek kembali,”tuturnya.
Disebutnya, usulan untuk 816 rumah tangga yang belum memiliki penerangan listrik itu sudah diusulkannya dua bulan lalu. Namun, hingga kini mereka masih menunggu.
(JuntakStar)