Komentar Atas Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional

BERITA, KOLOM OPINI3054 Views

Ditulis oleh:
Adinda Franky Nelwan
Dosen Fakultas Teknik -Universitas Sam Ratulangi
afnelwan@unsrat.ac.id

Pendahuluan

Beberapa hari lalu, pada suatu grup diskusi ‘WhatsApp’, terlihat suatu poster digital (elektronik) berisi ajakan untuk memberi masukan pada Rencana Umum ketenagalistikan Nasional [RUKN]. Suatu ajakan simpatik dari Direktorat Jendral Ketenagalistrikan Kementerian ESDM RI, untuk menggali dan menimba aspirasi publik. Sehingga RUKN boleh naik status, dari ‘draft’ menjadi ‘final’. Menanggapi itu, ditulislah artikel ini. Suatu artikel berisi komentar-komentar otentik terhadap dokumen RUKN; dengan pembatasan pada teks Ringkasan Eksekutip (Executive Summary) saja. Karena pada teks itulah terdapat saripati isi seluruh dokumen sebanyak 271 halaman. Artikel ini memilih gaya penulisan dialogis. Isi pernyataan dalam Ringkasan Eksekutip RUKN [selanjutnya disingkat sebagai RER] ditulis sebagaimana adanya. Lalu dikomentari oleh penulis [AFN], sebagai kontribusi konstruktif demi kebaikan dan kemajuan bangsa dan negara dalam lapangan ketenagalistrikan.

Paragraf Pertama

RER: “RUKN 2023-2060 merupakan pemutakhiran dari RUKN 2019-2038. RUKN 2023-2060 memuat kebijakan ketenagalistrikan nasional, kondisi penyediaan tenaga listrik saat ini, proyeksi kebutuhan dan penyediaan tenaga listrik nasional sampai tahun 2060, dan rencana pengembangan sistem penyediaan tenaga listrik nasional.”

AFN: Muatan RUKN 2019-2038 dan RUKN 2023-2060, yaitu: kebijakan nasional, kondisi sekarang, proyeksi/prognosa suplai-diman1 (demand), dan rencana suplai; pada hakikatnya sama. Perbedaan utama pada jangkauan waktu perencanaan. Mengapa jangka waktu diperpanjang, dari 20 tahun (2019-2038) menjadi 38 tahun (2023-2060)? Ada apa di tahun 2060? Secara tersirat terjawab di paragraf ke-4. Secara teoritis, semakin panjang jangkauan waktu, maka galat/deviasi proyeksi/prognosa relatif akan semakin besar. Ini suatu ‘hukum besi’ perencanaan jangka panjang. Sehingga hasil-hasil kalkulasi proyeksi perlu dilengkapi dengan analisa deviasi atau ketidakpastian.

1 Sebagaimana kata ‘supply’ telah diserap dalam kosa kata bahasa Indonesia menjadi: suplai. Maka ‘demand’ diserap menjadi: diman . Kata serapan usulan penulis.

Paragraf Kedua

RER: ”Kebijakan tenaga listrik nasional meliputi kebijakan penyediaan tenaga listrik, keteknikan dan perlindungan lingkungan. Kebijakan penyediaan tenaga listrik terdiri atas Kebijakan Pengembangan Pembangkitan, Pengembangan Jaringan Transmisi, Smart Grid, Jaringan Distribusi, Investasi dan Pendanaan, Bauran Energi Primer, Manajemen Kebutuhan dan Penyediaan, Konservasi Energi, Perizinan Usaha, Penetapan Wilayah Usaha, Jual Beli Listrik Lintas Negara, Pengaturan Operasi dan Jaringan, Pengaturan Efisiensi, Tarif dan Subsidi Listrik, Harga Pembangkitan, Sewa Jaringan, Harga Energi, Perlindungan Konsumen, Pemenuhan Kecukupan Pasokan, Penyelesaian Perselisihan, Penegakan Ketentuan Pidana Bidang Ketenagalistrikan. Kebijakan keteknikan dan perlindungan lingkungan terdiri atas Kebijakan Standardisasi, Peningkatan Penggunaan Komponen Dalam Negeri, Kelaikan Teknik, Keselamatan Ketenagalistrikan, Tenaga Teknik, Perlindungan Lingkungan, Perizinan Usaha Jasa Penunjang, Pemanfaatan Jaringan Tenaga Listrik, dan Pengawasan Keteknikan.”

AFN: Cakupan kebijakan sungguh luas, merangkum semua komponen sistem. Dan secara implisit menyatakan bahwa Ketenagalistrikan suatu istilah yang multidimensi, multiperspektif, dan multidisiplin ilmu. Sehingga penyempurnaan dokumen RUKN perlu bersifat lintas lembaga / kementerian / instansi; dan melibatkan akademisi multidisipliner.

Paragraf Ketiga

RER: “Arah pengembangan penyediaan tenaga listrik berdasarkan prinsip berkeadilan, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan dan bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga listrik nasional dalam jumlah yang cukup, kualitas yang baik, harga yang wajar secara adil dan merata dalam rangka mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.”

AFN: Penyediaan yang cukup, berarti mencukupi diman (demand) plus sejumlah cadangan, agar keandalan suplai selalu berada pada tingkat mutu yang layak serta pada harga jual yang wajar dan adil. Memenuhi ‘rasa’ keadilan sosial, dengan terus menerus mengatasi persoalan kemiskinan listrik yang masih melanda rakyat minoritas. Menaikkan tingkat konsumsi listrik mayoritas rakyat sampai pada taraf yang cukup untuk produksi kreatif. Serta memperhitungkan kesenjangan pendapatan per kapita secara spasial/geografis, misal kesenjangan antar provinsi. Untuk keadilan itu pula, perlu dikembangkan instrumen pengukur (indikator) kesenjangan konsumsi antar lapisan sosial: atas, menengah dan miskin:
Indeks Gini Ketenagalistrikan.

Paragraf Keempat

RER: “Arah pengembangan penyediaan tenaga listrik pada bidang pembangkitan mendukung target nasional dalam transisi energi untuk terwujudnya emisi karbon nol bersih atau NZE tahun 2060 atau lebih cepat melalui pemanfaatan energi baru dan energi terbarukan (EBET) sebagai sumber energi yang andal, ekonomis, beroperasi secara berkesinambungan dalam jangka menengah dan panjang secara bertahap, rasional dan terukur. Strategi transisi energi sektor pembangkitan dilakukan dengan mengutamakan keandalan sistem, memanfaatkan teknologi yang andal dalam menerima EBET, konversi bahan bakar pembangkit fosil menjadi bahan bakar yang bersumber dari EBET, memanfaatkan kemajuan teknologi (advanced technology), dan mekanisme nilai ekonomi karbon.”

AFN: Paragraf ini menjawab pertanyaan di atas, yaitu mengapa jangkauan perencanaan menembus sampai angkat tahun 2060. Rupanya karena tahun itu, telah dipatok sebagai tahun emisi neto nol (Net Zero Emission). Pada tahun itu, jumlah gas karbon yang dihasilkan sama dengan jumlah gas yang diserap. Sehingga bila dijumlahkan, menghasilkan angka nol. Untuk itu pembangkit-pembangkit yang tadinya membakar energi fosil secara bertahap diganti menjadi pembakar energi baru dan energi terbarukan (EBET). Tentang ini, sudah pernah direncanakan; bahkan sejak dahulu kala, sejak tahun 1980an. Sejak penulis masih duduk di bangku kuliah. Namun implementasinya selalu menyimpang. Apakah sejarah akan berulang? Tentu tidak akan berulang, bila ongkos produksi listrik dari EBET semakin hari semakin efisien atau semakin optimum. Yaitu berada di bawah titik maksimum, dan di atas titik minimum. Tantangan terbesar pemanfaatan EBET yang melimpah ruah, sebagai rakhmat natural (natural endowment) milik bangsa Indonesia, adalah pada kelangkaan teknologis. Hampir semua teknologi EBET mutakhir, tidak / belum dapat dibuat oleh industri domestik. RUKN perlu disinkronkan dengan Rencana Industri EBET.

Penutup Bagian Pertama

Empat paragraf Ringkasan Eksekutip RUKN 2023-2060, telah dikomentari. Masih tersisa lima paragraf lagi, yang akan dikemukakan pada artikel bagian kedua. Bagian kedua akan lebih kwantitatif, lebih banyak angka hasil kalkulasi, dibanding bagian pertama.

[Bersambung]