by

Berangkat Haji Non Kuota Tidak Mendapatkan Ini

Jakarta OLNewsindonesia, Sabtu (14/7)

Berdasarkan undang-undang, Kementerian Agama berkewajiban memberikan tiga hal kepada jemaah haji yang termasuk dalam kuota resmi Indonesia. Tiga hal tersebut adalah pembinaan, pelayanan dan perlindungan jemaah. Namun demikian, ketiga hal itu tidak berlaku bagi jemaah haji Indonesia yang berangkat ke Tanah Suci bukan melalui jalur resmi pemerintah atau yang dikenal dengan jemaah haji non kuota.

“Oleh karena itu, pemerintah tidak menyarankan masyarakat berangkat haji melalui jalur non kuota,” tegas Direktur Bina Haji Kementerian Agama Khoirizi H Dasir, di Jakarta, saat Pembekalan Pengawas Ibadah Haji Khusus 1439H/2018M yang diselenggarakan Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus, Jumat (13/07).

Menurut Khoirizi, jemaah haji yang termasuk dalam kuota resmi pemerintah terbagi dalam dua kelompok, yakni jemaah haji reguler dan jemaah haji khusus. Pada tahun ini kuota resmi pemerintah Indonesia berjumlah 221 ribu jemaah, dengan rincian 204 ribu jemaah haji reguler dan 17 ribu jemaah haji khusus. Meski demikian, di lapangan ternyata ditemukan juga jemaah haji asal Indonesia yang berangkat bukan menggunakan kuota pemerintah Indonesia. Ini yang kemudian masyarakat mengenal sebagai jemaah haji non-kuota.

Tak seperti jemaah haji non kuota, jemah haji khusus memiliki hak yang sama dengan jemaah reguler. Mereka berhak mendapatkan pembinaan, pelayanan serta perlindungan selama melaksanakan ibadah haji. Mengingat pelaksanaan ibadah haji khusus merupakan tanggung jawab Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) bukan pemerintah, maka menurut Khoirizi diperlukan pengawasan yang ketat dari pemerintah.

“Misalnya, pengawas harus memeriksa apakah para jemaah haji khusus ini telah mendapatkan manasik haji yang cukup?,” ujar pria kelahiran Lubuk Lingau ini memberikan contoh.

Pengawasan terhadap pelayanan yang diberikan para PIHK kepada jemaah juga harus dilakukan dengan ketat. “Jangan sampai mereka sudah mengeluarkan biaya lebih banyak dari jemaah haji reguler, tapi ternyata mendapat pelayanan yang tidak sesuai,” kata Khoirizi di hadapan peserta yang mendapatkan pembekalan selama tiga hari mulai 12–14 Juli 2018.

Khoirizi pun menjelaskan masalah perlindungan jemaah juga menjadi salah satu concern pemerintah. Ia menuturkan perlindungan jemaah haji reguler lebih mudah dilakukan karena operasional langsung menjadi tanggung jawab Kementerian Agama.

Jaminan perlindungan ini pun dapat diberikan kepada jemaah haji khusus karena ada ketentuan bagi PIHK untuk melakukan laporan kepada Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) saat keberangkatan dari Tanah Air maupun saat tiba di Arab Saudi. “Jadi, kalau PIHK tertib dalam melakukan pelaporan kepada pihak PPIH, itu merupakan bentuk dari perlindungan jemaah,” tutur Khoirizi.

Perlindungan jemaah ini menjadi amat penting karena berdasaran pengalaman, ia kerap mendapati jemaah haji Indonesia yang terlunta-lunta saat di tanah suci. “Kalau jemaah haji khusus, bisa kita bantu tangani. Karena kita bisa cari PIHK nya untuk bertanggung jawab. Celakanya, kalau jemaah haji non kuota. Siapa yang tanggung jawab?,” imbuh Khoirizi.

(HKAGRI)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.