Ditulis Oleh Adinda Franky Nelwan
Pendahuluan
Pembangkit listrik tenaga air [PLTA] adalah sekumpulan bangunan, peralatan (perangkat keras/’hardware’) dan perangkat lunak (software) yang disatukan dan bekerja sama untuk merubah energi air menjadi energi listrik, untuk kebutuhan manusia.
Bangunan dalam satu PLTA ada begitu banyak, antara lain: bendungan kecil, pintu ambil air (intake), saluran pelimpah banjir, bak pengendap, saluran pembuang sedimen, saluran pembawa air, bak penenang, rumah pembangkit (power house) dan saluran pengembali air ke sungai asli; dan banyak lagi bangunan penunjang. Peralatan juga begitu banyak, yang pokok: alat penggerak pintu-pintu air, pipa pesat, katub/keran air, alat pengatur debit air (governor), turbin air, poros turbin-generator, generator listrik, transformator listrik, alat pengatur tegangan, alat kendali utama, dan lain sebagainya. Semua alat itu diatur oleh sistem komputer yang bekerja secara otomatis terprogram; dengan sedikit sentuhan operator. Program komputer suatu PLTA juga begitu banyak. Pendek kata, suatu PLTA melibatkan begitu banyak elemen yang relatip kompleks. Relatip karena masih banyak sistem pembangkit listrik yang lebih kompleks dibanding PLTA.
Artikel ini membatasi PLTA pada tipe ‘run-off river’ (RoR). Bukan tipe Bendungan Besar yang menghimpun air sungai dengan volume yang sangat besar, sampai-sampai membentuk danau buatan. Tipe RoR, hanya mengalihkan aliran air sungai asli, dan kemudian mengembalikan air itu ke sungai asli, setelah di’sadap’ energi kinetik pada air sungai itu. Pengalihan air sungai dilakukan dengan cara menahan/membendung aliran air dan membelokkannya ke kanal buatan.
Keadaan Sungai Poso
Air mengalir dari Danau Poso menuju Kota Poso di tepi Teluk Tomini, Sulawesi Tengah. Air keluar dari Danau Poso, pada ketinggian sekitar 510 meter di atas permukaan laut. Air Sungai Poso menerobos Kota Tentena, sampai di Desa Sulewana berjumpa dengan air dari sungai kecil (anak sungai) bernama Koro Moroaa (1). Yang menambah jumlah air yang lanjut mengalir sampai Desa Pandiri. Di Pandiri, masuk lagi air tambahan dari 2 anak sungai. Demikian juga di Desa Ranononcu, semakin besar volume air Sungai Poso. Lalu Air Sungai Poso membaur dengan air laut di Teluk Tomini. Suatu perjalanan panjang. Jarak dari Danau Poso sampai Teluk Tomini, bila diukur dengan mistar lurus, sekitar 43 [km]. Kalau diukur mengikuti liak-liuk sungai, menghasilkan jarak lebih dari 61 [km].
Setelah Desa Pandiri, alur sungai mulai meliak-liuk. Semakin dekat Kota Poso, alur sungai semakin banyak belokan tajam. Tanda permukaan bumi semakin datar. Semakin datar permukaan bumi, semakin kecil daya listrik yang dapat dihasilkan oleh PLTA. Sebaliknya, semakin curam alur sungai, akan semakin besar daya listrik yang dapat diperoleh. Semakin curam artinya semakin besar beda ketinggian vertikal, dan semakin kecil beda jarak horizontal. Secara kasat mata lokasi curam, terlihat banyak jeram atau ‘air terjun’. Itulah lokasi terbaik atau oleh para pengembang PLTA sering disebut sebagai ‘Lokasi Cantik’. Sehingga lokasi ‘Cantik’ secara topografis berada di antara Danau Poso sampai Desa Pandiri.
Secara natural, rata-rata aliran (debit) air dari Danau Poso banyaknya adalah sekitar 143 [m3/s]. Angka itu artinya: bila kita menampung dengan satu wadah/bak, maka dalam satu sekon atau detik, bak itu akan berisi sebanyak 140 meter kubik air sungai. Jumlah yang tidak sedikit! Itulah debit air sungai di segmen sungai yang berada di antara Danau Poso sampai Desa Sulewana. Setelah Sulewana debit bertambah banyak, karena kontribusi anak sungai Moroaa. Lalu Setelah Desa Pandiri, debit bertambah lagi. Dan semakin bertambah setelah Desa Ranononcu. Dengan kata lain, semakin dekat Kota Poso, debit air Sungai Poso akan semakin bertambah banyak.
Debit air Sungai Poso tentu tidak sepanjang tahun akan 143 [m3/s] selalu ada fluktuasi tahunan: kadang turun kadang naik. Turun pada musim panas. Naik pada musim hujan. Jumlah debit itu terancam berkurang, bila mana luas hutan(2) di sekitar Danau Poso dan di kiri-kanan aliran Sungai Poso, dari tahun ke tahun menyusut akibat (terutama) oleh pertambahan penduduk serta aktivitas ekonomik. Dan tak kalah mengancam adalah proses pendangkalan Danau Poso.
Rekayasa Energi Air Menjadi Listrik
4 Paragrap terdahulu, walau belum cukup lengkap untuk melukiskan keadaan menyeluruh Sungai Poso. Namun sudah dapat menjadi dasar untuk menghitung potensi alami Sungai Poso. Karena dua besaran (kwantitas) alami sudah diketahui. Pertama, yaitu bahwa beda tinggi (elevasi) antara air tawar Danau Poso dengan air asin di Teluk Tomini adalah sekitar 510 [m], besaran ini biasa disingkat dengan huruf simbolik: H. Kedua, yaitu debit rata-rata air Sungai Poso adalah 143 [m3/s], besaran ini biasa disingkat sebagai: Q.
Selain H dan Q, ada besaran ketiga, yaitu suatu konstanta (disimbolkan oleh huruf ‘k’) yang ditentukan oleh hambatan dan percepatan gravitasi. Yaitu hambatan dialami oleh air yang mengalir, dimulai dari Sungai sampai Turbin Air. Setiba di Turbin Air, air menggerakkan Rotor Turbin Air dan lalu Rotor Generator Listrik. Naah, gerak-gerik itu, mengalami hambatan-hambatan mekanis, yang selalu merugikan. Gerakan Rotor Generator dapat menjadi gerakan listrik (elektron), berdasar prinsip induksi electromagnet(3). Gerak listrik dan magnet, itu pun mengalami hambatan, yang merugikan. Keseluruhan hambatan yang merugikan itu, ‘diperas’ menjadi suatu istilah: efisiensi. Semakin besar hambatan, maka efisiensi akan semakin rendah. Efisiensi –dengan teknologi masa kini—sudah dapat mencapai angka 0,9. Adapun percepatan gravitasi digunakan (untuk mudahnya) angka 10 [m2/s]. Sehingga faktor ‘k’ besarnya adalah :9. Bilangan itu merupakan hasil kali antara efisiensi dengan percepatan gravitasi. Mengalikan k=9, Q=143 [m3/s] dan H=510 [m], diperoleh 656.000 [kW]. Ini adalah angka potensial, alamiah; tanpa rekayasa.
Menggunakan angka H sebesar itu –dengan membangun satu PLTA—adalah sungguh tidak mungkin tergapai. Karena untuk mencapai terjunan air setinggi 510 [m]. Itu sama dengan mengalihkan air dari Danau Poso ke saluran/pipa, dan setelah melalui berbagai peralatan, menerjukannya di Teluk Tomini. Lain halnya, dengan Q=143 [m3/s], sangat mungkin bahkan dapat diperbesar ataupun diperkecil. Demikian juga, k dapat lebih besar ataupun kecil tergantung pilihan teknologi yang digunakan.
Yang mungkin dan telah terbukti adalah memanfaatkan beda elevasi (H), sebanyak: 45,5 [m] dan memperbesar Q menjadi hampir 300 [m3/s], sehingga diperoleh daya listrik (kapasitas terpasang) sebesar 120 [MW]. Artinya k = 8,79. Ini terbukti di PLTA Poso 1. Pertanyaan sekarang, bagaimana caranya memperbesar debit Q sehingga mencapai 300 [m3/s] ? Air sungai sebesar 143 [m3/s], ditampung dahulu dalam suatu bak/kolam besar. Setelah terkumpul, barulah dialirkan ke Turbin Air. Jadi dalam satu hari, ada siklus tampung & alirkan. Akibatnya Turbin Air tidak dapat dioperasikan selama 24 jam dalam satu hari. Dilaporkan bahwa PLTA Poso 1 dioperasikan terutama dari sore sampai malam; pada saat sistem tenaga listrik sedang dalam jam-jam ‘beban puncak’.
Sampai artikel ini ditulis, di Sungai Poso telah terpasang 3 PLTA dengan total kapasitas daya terpasang: 515 [MW]. Ketiganya dirancang untuk memikul beban puncak sistem tenaga listrik Sulawesi Tengah dan sekitarnya. Ketiganya berhasil merekayasa debit alamiah Sungai Poso. Daya 515 [MW], barulah memanfaatkan beda elevasi (H) kurang lebih sekitar 200 [m]. Sehingga masih ada sisa beda elevasi sekitar 310 [m]. Taruhlah masih dapat dimanfaatkan lagi, beda elevasi sekitar 200 [m] lagi. Karena 110 [m] sudah ‘tidak mungkin’ lagi dimanfaatkan. Antara lain karena faktor kelandaian sungai, dan berada dilingkupi pemukiman penduduk.
Rekomendasi
Melihat posisi 3 unit PLTA eksisting di Sungai Poso, menimbang beda elevasi (asumsi) yang masih dapat diolah adalah 200 [m], serta menggunakan teknologi dan rekayasa Air Sungai seperti di 3 PLTA eksisting. Serta mengingat semakin ke hilir, debit Sungai Poso, semakin membesar karena kontribusi Koro. Maka setidak-tidaknya di masa depan dapat diperoleh, dibangun PLTA berdaya listrik sekitar 515 [MW] lagi.
Jelas terbaca adanya suatu proses penambahan PLTA di Sungai Poso. Proses itu sudah mencapai kurang lebih 25 persen pada tahun 2021. Dan direncanakan sudah akan selesai pada tahun 2025, bila semua berjalan lancar. Maka sistem tenaga listrik di Sulawesi Tengah dan sekitarnya, akan semakin kelebihan pasokan. Pada tahun 2025, telah diperkirakan cadangan sistem mencapai 835 [MW] atau 40 %. Bila ditambah lagi pasokan dari PLTA itu 400 [MW], maka cadangan akan melonjak menjadi 1.235 [MW]. Cadangan yang terlalu besar ini tentu akan merugikan Perusahaan Listrik Negara. Artinya, mau tidak mau proses pembangunan PLTA baru itu, akan mengalami perlambatan dalam mencapai target 400 [MW]. Kecuali kebutuhan (demand) sistem, juga mengalami lonjakan permintaan terutama dari industri tambang dan pengolahan logam.
Bila PLTA Poso 400 [MW] itu nantinya jadi nyata, dan semoga itu terjadi, maka masih ada sisa potensi lagi, setidaknya 115 [MW]. Bila potensi itu diaktualisasikan, maka boleh jadi, Sungai Poso merupakan sungai dengan predikat: faktor utilitas sungai listrik [FUSL] tertinggi didunia, yaitu sebesar: 157 %. FUSL adalah rasio antara kapasitas daya PLTA terpasang (1.030 [MW]) dengan kapasitas daya alamiah (656 [MW]). FUSL menunjukkan juga kecerdikan teknokrat. Karena mampu menghasilkan daya lebih tinggi dari potensi alamiah. Sekali lagi, diulang daya, bukan tenaga atau energi, sebab faktor utilitas energi tidak akan mencapai sama (apalagi lebih) dari 100%.
Catatan Kaki
(1) Anak sungai dalam bahasa setempat dikatakan sebagai: Koro. Peta Rupa Bumi Indonesia mengunakan kata itu.
(2) Luasan hutan itu, disebut juga sebagai Daerah Tangkapan (Catchmen Area) Air [DTA].
(3) Prinsip/Hukum Induksi Elektromagnet ditemukan oleh Michael Faraday dan Emil Lenz; kurang lebih 200 tahun lalu.
Adinda Franky Nelwan
Dosen Fakultas Teknik-Universitas Sam Ratulangi
afnelwan@unsrat.ac.id