Berita Samosir.Olnewsindonesia,Jum’at(17/08)
Hari ini, genap 73 tahun indonesia merdeka (17 Agustus 1945 – 17 Agustus 2018), seluruh anak bangsa merayakan hari kemerdekaan RI dengan melakukan berbagai kegiatan di daerah masing masing. Namun, masih ada saja cerita dibalik hari kemerdekan RI, seperti di Pulau Samosir, Sumatera Utara.
Persoalan air bersih masih belum bisa terpecahkan di Kabupaten Samosir dari masa ke masa.
Seperti yang terjadi di beberapa desa di dataran tinggi Samosir, Kecamatan Ronggur ni Huta. Delapan desa itu yakni, Ronggur ni Huta, Lintong Ni Huta, Sijambur, Paraduan, Saungan ni Huta, Salaon Toba, Salaon Tonga-tonga, Salaon Dolok.
Delapan desa tersebut tidak terlepas dari persoalan yang sama. Hingga 73 tahun Indonesia merdeka, mereka masih kesulitan mendapatkan air bersih.
Seperti ditemui OLNewsindonesia.com di Desa Lintong Ni Huta, warga merindukan hujan turun dari langit. Bak-bak, drum, ember penampungan air di dapur rumah warga, tidak terisi. Mereka kehabisan sumber air minum dan air bersih untuk keperluan rumah tangga.
Syamsul Pandiangan, Warga Lintong ni Huta mengatakan, untuk mendapagkan air bersih mereka harus berlomba cepat menuju sumber air. Air tidak banyak tersedia.
Kurang lebih, 1 kilo meter mereka harus memikul air di dalam jerigen untuk dibawa ke rumah. Kendala saat musim kemarau, air sulit didapatkan. Mereka harua menunggu air memenuhi kubangan yang mereka gali.
Pantauan OLNewsindonesia.com, warga harus antri menunggui kubangan berukuran lebar 1 kali 1 meter dan kedalaman 1,5 meter tersebut. Lebih dari 1000 kepala keluarga harus ketergantungan dengan kondisk air tersebut.
Terlihat, kondisi air juga tidak lagi jernih. Hal itu disebabkan warga yang berganti-ganti menimba air dari kubangan. Sementara Syamsul, hanya bisa mengangkut air 30-35 liter ke rumahnya yang kurang lebih 1 kilo meter.
Air tersebut mereka cukupkan untuk tiga hari. Mereka harus mengirit menggunakan air. Untuk mandi, mereka juga tidak bisa bebas.
Kalau mandi, ketika pas ke mata air lah, “jelasnya.
Dampak kemarau berkepanjangan itu juga mengakibatkan tanaman warga kekeringan dan ternak ketbau milik Syamsul juga kesulitan makan. Rumput pun sudah mengering.
Mengatasi hal itu, Pria kelas 2 SMA N I Ronggur ni Huta ini mencincang gedebok pisang untuk kerbau kesayangannya. Batang pidang diyakininya dapat mengobati dahaga kerbau.
Seperti terlihat di halaman rumahya, sore itu, usai menjemput kerbau di perladangan dia telah menyediakan gedebok pisang. Lima ekor jerbau miliknta tampak melahap batang pisang karena kehausan.
Amatan OLNewsindonesia.com, warga berganti-ganti menuju mata air. Mereka membawa jerigen, ember. Mandi secukupnya, dengan menimba air dari kubangan.
Boru Pandiangan Gadis remaja di desa itu mau tak mau setiap hari mendatangi mata air. Terlihat menjujnjung ember nulat berisi air. Sementara ember berisi pakaian dia pikul di tangannya.
Siswi kelas dua SMP ini harus berjalan menapaki bukit dari rumahnya ke mata air. Dari mata air ke rumahnya, harus menempuh jarak kurang lebih 1 kilo meter.
Oppung Handoyo Pandiangan, warga lainnya megatakan dalam setahun mereka bisa berbulan-bulan dilanda kekeringan. Sepanjang tahun 2018, sejak Mei hingga Agustus daerah mereka tidak dibasahi hujan.
“Kami sudah lama menunggu hujan, sudah lama kemarau di sini,”sebutnya.
Pria yang lahir sebelum Indonesia Merdeka ini menganjurkan, sebaiknya Pemerintah Kabupaten Samosir bisa memecahkan masalah yang sudah terjadi turun-temurun itu. Semisal, untuk kebutuhan mencuci, mandi dan lainnya sepantasnya Pemkab memfungsikan air Danau Toba.
Air danau sebaiknya ditarik memakai pompa secara bertahap. Dari danau, kemudian disalurkan secara estafet menuju dataran tinggi Samosir. Menurutnya, Pemkab Samosir belum bisa memecahkan masalah itu sejak puluhan tahun lalu.
Bila menggelar pesta atau hajatan besar lainnya, warga terpaksa mendatangkan air dari Danau Toba dengan cara membeli. Jarak antara Pangururan dengan Ronggur ni Huta sampai 15 Km.
“Kalau pesta, itu yang lebih sulit lagi. Harus ambil air dari Pangururan pakai mobil,”jelasnya.
Pemandangan serupa terlihat di Dusun III Huta Namora. Br Sembiring bersama anaknya yang masih berusia 4 tahun mencuci pakaian menggunakan air yang keruh.
Mata air berwarna putih kapur itu mereka tunggui agar penuh. Sesekali br Sembiring menimba air, lalu menyiram pakaian yang dia cuci.
Mereka kesulitan air bersih, dan kemarau berkepanjangan sudah empat bulan melanda. Sehingga, untuk mendapatkan air yang jernih mereka hanya menanti hujan yang tak pasti.
Semoga dengan tema HUT RI ke 73 tahun ini, pemerintah nyatakan ‘Kerja Kita Prestasi Bangsa’, segera dinikmati warga dataran tinggi Samosir.
(JuntakStar)