Langkah Pemprov DKI 5 Tahun Terakhir Tangani Masalah Banjir, Air, Dan Polusi

BERITA, JAKARTA142 Views

Berita Jakarta, Berita Online Indonesia Di Online News Indonesia, www.olnewsindonesia.com

Persoalan banjir, air, dan polusi udara bak tantangan dari masa ke masa di Jakarta. Ini bukanlah persoalan baru, tetapi dalam lima tahun terakhir, terlihat hasil nyata atas upaya penyelesaiannya yang akan terus dilakukan secara berkelanjutan.

Upaya Strategis Pengendalian Banjir

Secara geografis, wilayah Jakarta dikelilingi 13 sungai, sehingga potensi banjir akan selalu ada. Namun, selama lima tahun terakhir, Pemprov DKI Jakarta berupaya meningkatkan penanganan banjir secara signifikan.

Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengungkapkan, ‘Siaga, Tanggap, Galang’ menjadi pegangan teguh para jajaran Pemprov DKI Jakarta dalam mengantisipasi banjir di Jakarta. Hasilnya, genangan surut lebih cepat dan jumlah titik banjir berkurang walau terjadi curah hujan ekstrem.

“Sistem drainase kota Jakarta memiliki ambang batas. Kapasitas tampungan drainase DKI Jakarta berkisar 100-150 mm/hari. Karena itu, apabila turun hujan dengan curah di bawah 100 mm/hari, maka kita harus memastikan Jakarta aman dan curahan hujan dapat tertangani dengan baik. Di sisi lain, apabila curah hujan ekstrem berada di atas angka 100 mm/hari, mau-tidak mau air akan tergenang, terjadilah banjir,” jelas Gubernur Anies, dikutip dari Siaran Pers PPID Pemprov DKI Jakarta, Sabtu (8/10).

Pada 2020, tercatat curah hujan terekstrem 377 mm/hari. Namun, banjir dapat surut lebih dari 95% genangan dalam waktu 96 jam. Surutnya banjir ini tercatat lebih cepat dari kejadian banjir di tahun-tahun sebelumnya, seperti yang terjadi di tahun 2015, di mana dengan curah hujan yang lebih rendah yakni 277 mm/hari, 95% wilayah tergenang baru dapat surut dalam waktu 168 jam.

Jika ditarik lebih mundur lagi, pada 2007, terjadi hujan ekstrem dengan curah hujan tercatat 340 mm/hari, jumlah RW yang tergenang sebanyak 955 RW dan 270.000 lebih warga mengungsi. Sedangkan, pada 2020, dengan curah hujan 377 mm/hari, jumlah RW yang tergenang dan warga yang mengungsi lebih sedikit, yakni 390 RW tergenang dan 36.000 warga mengungsi. Hal ini menandakan dampak banjir di Jakarta dapat semakin terkendali.

Dalam pengendalian banjir, Pemprov DKI Jakarta telah melakukan berbagai program yang tidak berorientasi pada betonisasi. Salah satunya, program Gerebek Lumpur di 5 wilayah Kota Administrasi, yakni kegiatan pengerukan lumpur yang dilakukan secara masif di danau, sungai, waduk di Jakarta. Kegiatan ini untuk membantu mengurangi proses pendangkalan dengan mengerahkan alat berat berskala hingga 3 (tiga) kali lipat dari kapasitas biasanya.

Selain itu, Dinas Sumber Daya Air (SDA) DKI Jakarta turut membuat kolam olakan air guna mengantisipasi dan menampung genangan air sementara di jalan raya saat hujan tiba, yang kemudian akan dialirkan ke sungai atau laut. Selain itu, memperbaiki saluran air, mengintensifkan instalasi sumur resapan atau drainase vertikal, mengimplementasikan Blue and Green yaitu taman yang menjadi kawasan tampungan air sementara saat intensitas hujan tinggi, penyediaan alat pengukur curah hujan, dan perbaikan pompa.

Pemprov DKI Jakarta memiliki 475 unit pompa stasioner dan 429 unit pompa mobile. Kapasitas pompa pun meningkat 54% dalam sepuluh tahun terakhir, yakni total kapasitas pompa saat ini sebesar 129 m³.

Kini, Pemprov DKI Jakarta tengah fokus menuntaskan program 942 project, meliputi 9 polder (suatu sistem untuk menangani banjir rob yang terdiri dari kombinasi tanggul, kolam retensi dan pompa), 4 retensi air (waduk), dan 2 sungai. Dengan rehabilitasi 9 polder, dapat menurunkan dampak banjir di dataran yang lebih rendah di Jakarta Utara, seperti Teluk Gong, Kelapa Gading, Muara Angke dan lainnya. Sementara, 4 waduk di Pondok Ranggon, Lebak Bulus, Brigif dan Embung Wirajasa akan mereduksi banjir pada sistem aliran Kali Sunter, Kali Krukut, Kali Grogol dan wilayah Cipinang-Melayu yang juga berfungsi sebagai penampung air. Kelebihannya, baru dialirkan ke laut. Selain itu, dilakukan pula peningkatan kapasitas dua sungai, yaitu Kali Besar dan Kali Ciliwung. Semua Langkah ini untuk mengendalikan banjir kawasan. Terbukti,12 titik genangan banjir berulang pun telah teratasi.

Selain berfokus pada infrastruktur, Pemprov DKI Jakarta juga terus berinovasi dengan teknologi. Flood Control System, hasil kolaborasi Jakarta Smart City dan Dinas Sumber Daya Air, adalah salah satu ikhtiar agar penanganan banjir ke depan semakin mengikuti prinsip evidence based policy.

Kelebihan Flood Control System adalah pemetaan masalah banjir yang lebih akurat serta pengelolaan resiko banjir yang lebih terukur. Untuk mendapatkan data secara real-time dalam jumlah yang lebih banyak dan reliable, Pemprov DKI Jakarta memasang sensor di 178 titik rumah pompa dan pintu air serta CCTV. Alat-alat ini mengukur empat jenis data, yaitu ketinggian air, curah hujan, debit air, dan temperatur.

Data yang sudah terkumpul selanjutnya dianalisis dan divisualisasikan dalam bentuk dashboard. Lalu, memanfaatkan machine learning untuk menafsirkan data.

“Nah, dua langkah tadi, sensing dan understanding ini sangat penting. Yang awalnya dilakukan secara manual, kini real-time. Yang awalnya terbatas, kini datanya melimpah. Sehingga, monitoring penanganan banjir lebih efektif. Petugas-petugas di lapangan dapat melakukan penanganan banjir secara lebih cepat. Kami berpandangan ini adalah progres dan akan terus kami tingkatkan,” ungkapnya.

Layanan Air Bersih

Masih terkait dengan air, Pemprov DKI Jakarta terus berkomitmen meningkatkan akses air bersih bagi seluruh warga, Kini, biaya pengeluaran air dapat lebih rendah berkat adanya tarif air bersubsidi. Tak hanya berlaku bagi warga di daratan, tetapi juga menjangkau warga yang berada di kepulauan.

“Layanan air bersih semakin diperluas cakupannya dengan menyinergikan program pelayanan air, seperti membangun instalasi pengolahan air (IPA), pembangunan waduk untuk sumber air baku, hingga menyediakan mobil tangki dan kios air,” ujar Gubernur Anies.

Jakarta telah memiliki 150 Kios Air yang tersebar di 5 kecamatan dengan permukiman padat, yakni Penjaringan, Pademangan, Cilincing (Jakarta Utara) serta Kalideres dan Cengkareng (Jakarta Barat).

Kini, sudah tersedia pula Sistem Pengolahan Air Minum (SPAM) untuk menambah cakupan layanan air bersih dan menjadi solusi atas pencemaran air di Jakarta. Untuk cakupan pelayanan air bersih di Jakarta mencapai 65,3% di tahun 2021. Tahun 2022, diprediksi cakupannya sebesar 65,77% dengan 25.000 sambungan rumah.

Subsidi tarif air bersih juga diterapkan untuk meringankan biaya kebutuhan dasar masyarakat. Pemprov DKI Jakarta pun telah menerbitkan Pergub No. 45 Tahun 2021 tentang Pemberian Subsidi Penyediaan dan Pelayanan Air Minum untuk mewujudkan pelayanan air minum yang lebih berkualitas dengan harga terjangkau. Ada pula Pergub No. 57 Tahun 2021 tentang Penyesuaian Tarif Otomatis (PTO) Air Minum, sehingga tarif air turun bagi warga Kepulauan Seribu.

Sebelum subsidi, tarif air seharga Rp 32.000/m³, setelah subsidi menjadi Rp 3.500/m³ untuk rumah tangga sederhana dan Rp 4.900/m³ untuk rumah tangga menengah. Sementara itu, tarif untuk pelaku UMKM atau golongan rumah tangga dengan usaha, homestay, guesthouse, hotel, warung makan, dan toko, dari Rp 35.000/m³ menjadi Rp 6.825/m³. Lalu, untuk tarif kantor swasta atau tempat usaha/industri lain menjadi Rp 12.550/m³ dari sebelumnya Rp 35.000/m³.

Untuk di Kepulauan Seribu, ada pula 8 Instalasi Pengelolaan Air (IPA) dengan teknologi Sea Water Reverse Osmosis (IPA SWRO), yaitu salah satu teknologi tingkat tinggi untuk mengubah air asin/air laut menjadi air tawar. Pembangunan IPA SWRO ini memberikan banyak manfaat bagi warga Kepulauan Seribu, karena tersedianya sumber air bersih yang melimpah dengan sumber air baku dari air laut dan harganya terjangkau.

Inisiasi Kendalikan Polusi Udara Jakarta

Padatnya kota Jakarta berkorelasi dengan tingginya penggunaan kendaraan pribadi, yang mana dapat meningkatkan kadar polusi udara di kota ini. Untuk mengendalikannya, Pemprov DKI Jakarta menerbitkan Instruksi Gubernur No.66 Tahun 2019 yang mencakup 7 inisiatif pengendalian kualitas udara.

7 langkah tersebut, yakni Peremajaan dan Uji Emisi Kendaraan Umum; Penerapan Ganjil Genap, Tarif Parkir, dan Congestion Pricing; Perketat Uji Emisi dan Usia Kendaraan Pribadi; Mendorong Peralihan Moda, Peningkatan Kenyamanan dan Fasilitas Pejalan Kaki; Perketat Pengendalian Sumber Polutan Tak Bergerak; Penghijauan pada Sarana dan Prasarana Publik; dan Mulai Beralih ke Energi Terbarukan.

Selain itu, Pemprov DKI Jakarta juga tidak mengajukan banding atas gugatan warga terhadap polusi udara di Jakarta. Pemprov DKI Jakarta berkomitmen siap melaksanakan putusan pengadilan atas gugatan tersebut demi kualitas udara yang lebih baik. Karena, setiap warga negara berhak atas lingkungan hidup yang sehat.

Dari seluruh gugatan, tercapai kesepakatan pada pelaksanaan uji emisi dan mengevaluasinya secara berkala, pengetatan baku mutu emisi dan penetapan sanksi bagi usaha dan/atau kegiatan sumber pencemar udara tidak bergerak (STB) yang beroperasi di Jakarta, memberikan sanksi terhadap tindakan pembakaran sampah yang langsung dijatuhkan sejak pelanggaran kewajiban dilakukan, penambahan Stasiun Pemantau Kualitas udara (SPKU), hingga menyusun Strategi dan Rencana Aksi Pemulihan Pencemaran Udara.

Sebagai komitmen menjaga kelestarian lingkungan, Pemprov DKI Jakarta mencabut izin lingkungan kegiatan bongkar muat PT Karya Citra Nusantara (KCN) buntut dari polusi debu batu bara di Marunda. Pemprov DKI Jakarta akan meningkatkan pengawasan terhadap pelaku usaha lainnya agar tidak melakukan pelanggaran serupa. Diharapkan, masyarakat dapat ikut aktif mengawasi dan terlibat dalam upaya pencegahan pencemaran lingkungan.

Untuk mempermudah masyarakat dalam mencari informasi kualitas udara di Jakarta, Pemprov DKI Jakarta melalui Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta membuat kanal informasi data kualitas udara yang menggabungkan data pemantauan dari seluruh alat pemantau yang ada di Jakarta pada situs Jakarta Rendah Emisi (https://rendahemisi.jakarta.go.id).

Jmy