by

MK Putuskan Calon Kepala Desa Tidak Harus Dari Desa Setempat

Berita Nasional.OLNewsindonesia, Kamis (08/05)

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat (kedua kanan) bersama Wakil Ketua Anwar Usman (kedua kiri) serta Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna (kiri) dan Aswanto (kanan) saat pengucapan sumpah Ketua MK terpilih di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta.

Arief Hidayat kembali terpilih menjadi ketua MK periode 2017-2020 secara aklamasi pada rapat pleno pemilihan Ketua MK yang dilakukan secara tertutup.

Kini, calon kepala desa tidak harus lagi dari daerah setempat.

Ketentuan tersebut sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan sebagian Undang-Undang Desa terkait aturan domisili bagi calon kepala desa.

Aturan tersebut digugat Asosiasi Perangkat Desa Seluruh Indonesia (APDESI) karena diniali bertentangan terhadap UUD 1945.

Asosiasi menguggat mengenai ‘terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di Desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran’ yang diatur Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c UU Desa.

“Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Pasal 33 huruf g dan Pasal 50 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,” kata Ketua Majelis Hakim, Arief Hidayat, sebagaimana dikutip Tribun, Jakarta, Jumat (25/8/2017).

Dalam pertimbangan hukumnya, Mahkamah menyebut desa merupakan kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan NKRI.

Undang-Undang Desa merupakan penjabaran lebih lanjut dari ketentuan dalam Pasal 18 ayat (7) dan Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yaitu memberikan pengakuan dan penghormatan atas desa dalam kerangka NKRI, memberikan kejelasan status dan kepastian hukum bagi desa dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia demi mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Hakim anggota, Aswanto menjelaskan masyarakat perdesaan di Indonesia dapat dibedakan antara masyarakat desa dan masyarakat adat.

Menurut Mahkamah, status desa dalam UU Desa kembali dipertegas sebagai bagian tak terpisahkan dari struktur organisasi pemerintahan daerah.

Kemudian, peraturan desa ditegaskan sebagai bagian dari pengertian peraturan perundang-undangan dalam arti peraturan yang melaksanakan fungsi pemerintahan, sehingga desa menjadi kepanjangan tangan terbawah dari fungsi-fungsi pemerintahan negara secara resmi.

Oleh sebab itu, lanjut Aswanto, sudah seyogianya pemilihan ‘kepala desa dan perangkat desa’ tidak perlu dibatasi dengan syarat calon kepala desa atau calon perangkat desa harus ‘terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di desa setempat paling kurang 1 (satu) tahun sebelum pendaftaran’.

“Hal tersebut sejalan dengan rezim pemerintahan daerah dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah yang tidak memberikan batasan dan syarat terkait dengan domisili atau terdaftar sebagai penduduk dan bertempat tinggal di daerah setempat,” bebernya.

Sedangkan terhadap permohonan yang meminta pengujian konstitusional Pasal 50 ayat (1) huruf a UU Desa mengenai syarat pendidikan bagi perangkat desa, Pemohon tidak menguraikan argumentasinya.

Akibatnya, permohonan tersebut tidak dipertimbangkan lebih lanjut.

(JuntakStar)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.