Jurus Mabuk Gusdur, Hapus Memori Kelam PKB

BERITA, BOGOR136 Views

Opini Politik Nasional, OL News, Selasa (31/07)
Gus Dur selalu ajarkan santrinya untuk tidak dendam, namun harus terus mengingat. Ajaran itu seakan mengisyaratkan para warga Nahdliyyin di untuk mengingat dan mempelajari setiap konflik Tampa ada dendam. Tak terkecuali pada kader dan anggota Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Meski terkesan mengada-ngada. Banyak orang yang akan percaya setelah mendalami sejarah tindakan maupun keputusan Gus Dur yang dianggap nyeleneh namun berefek fungsional.
Seperti contoh, pada tahun 80-an masyarakat terjangkit wabah penyakit masyarakat (pekat) perjudian. Penegak hukum seperti kepolisian pun diam lantaran aktifitas itu dibekingi oleh oknum pemerintah Orde Baru.

Porkas (sejenis SDSB. Jaman sekarang disebut togel) dulu menjadi hal yang sangat marak diperjual belikan secara bebas, karena harganya murah dengan iming-iming hadiah yang sangat menggiurkan. Hingga membuat masyarakat kalangan ekonomi bawah kecanduan dengan tingkat kecanduan yang amat parah. Anehnya para ulama ketika itu seakan belum ada yang mau bersuara lantang menolak Porkas tersebut.

Seketika ditahun 87-an masyarakat dan para tokoh agama dikagetkan oleh ucapan Gus Dur. Seakan memecah luka bakar dari percikan api yang sudah menggelembung berisi nanah, Gus Dur pun membuat kontroversi dengan melontar pernyataan “Porkas” hukumnya halal.

Kontan, para ulama dan para rohaniawan pun banyak yang protes. Dengan melempar isu tersebut, sebenarnya Gus Dur sedang menyindir para ulama dan rohaniawan yang seakan mendiamkan Porkas.

Ada kekhawatiran dalam diri Gus Dur bila para ulama terus diam maka masyarakat menangkap sinyal bahwa para ulama berpendapat halalnya Porkas.

Tak ubahnya dengan konflik di tubuh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang sebenarnya sudah menjadi tradisi pergantian posisi ketua umum. Hanya saja, konflik yang terjadi antara Muhaimin Iskandar dengan Abdurrahman Wahid.

Bukanlah untuk menghancurkan karir sodaranya. Justru yang dilakukan oleh gusdur adalah untuk membesarkan pria yang akrab dipanggil Cak Imin ini.

Karena tak ingin memberi kesan Cak Imin hanya menerima tahta, Gus Dur secara politis begitu semangat melawan Muhaimin. Itulah sebabnya dalam keseharian hubungan paman dan keponakan itu begitu mesra. Dan Cucu dari Hadrutussyaikh Hasyim As’ari ini juga pernah berpesan “Jangan tunduk pada kenyataan. Jika anda benar majulah.”

Namun beda alasannya ketika Gus Dur ditanya kenapa bukan Zannuba Arifah Chafsoh atau Yenny Wahid yang menjadi pucuk pimpinan partai berlambang bola dunia dan bintang sembilan tersebut. Bisa jadi karena Yenny saat itu belum menikah dengan Dohir Farisi.

Muhaimin Iskandar dan Gus Dur memang terlibat perseteruan politik usai Munas PKB di Ancol, Jakarta Utara. Bahkan, kubu Gus Dur sempat membuat munas PKB tandingan di wilayah Parung dengan ketua umum Ali Masykur Musa.

Tapi setelah disidang di MA, diputuskan bahwa PKB yang sah adalah versi Muhaimin Iskandar yang menggelar munas di Ancol. Dan bukanlah Gusdur yang memiliki kekuatan masa begitu besar tak mampu merebut kursi pimpinan tertinggi partai yang dibuatnya.

Tulisan ini dibuat oleh Ketua LAKPESDAM NU, Kabupaten Bogor, Ahmad M Horu.
(Man)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *